“Saya hanya mendengar begitu. Tak ada sedikit pun niat untuk memberitahunya kepada orang lain. Biar bagaimanapun dia masih paman saya. Saudara sepupunya ibu.”
“Bening hatimu itu, Nak mesti tetap kau jaga sepenuh tenaga, sepenuh upaya. Seburuk apapun perbuatan orang kepada kita, jangan pernah membalasnya,” tutup Haji Bakar. Halima tenang memaknai kata-kata yang sarat mengandung ilmu kehidupan itu. Sungguh perjalanan ini banyak memberikan pelajaran padanya. Mereka kini telah masuk hampir sebagian wilayah hutan. Gesekan dedaunan yang dikerjai galayut angin utara menciptakan bunyi-bunyian yang membuat damai gendang telinga. Sesekali ditimpali sahut-sahutan kawanan burung pombo putih, riuh bercericau tentang kapata–kapata tanah Maluku. Sejuk, tenang, mendamaikan. Juga agak mengandung nada lirih di penghujung harmoni karya rimba raya itu. Lalu:
“Saya pernah mendengar orang-orang itu, para tahanan yang dituduh PKI itu, kebanyakan dari mereka ditembak mati. Ada juga yang kena siksa sampai sekarat, Haji. Benar begitu? Apa bapak saya, atau paman Wangsa dan teman-teman mereka yang lain akan diperlakukan seperti itu juga?” tanya Halima seketika. Sebagaimana biasa, pertanyaan gadis kecil ini selalu berat. Entah siapa yang mengajarinya berpikir sedewasa ini.