Oleh: Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja, Pemerhati Sosial Politik dan Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta
Pemilihan Umum adalah puncak dari proses demokrasi, dimana warga negara berhak untuk menitipkan amanah kepentingan mereka dimasa kini dan masa yang akan datang, karena itu pemimpin yang dipilihnya adalah pemimpin yang dipercaya akan mampu menjaga amanah yang dititipkan kepadanya. Namun sayangnya dibalik hingar bingar demokrasi saat ini bangsa ini masih terjebak pada demokrasi prosedural dan kering substansi, maka wajar jika kita selalu disuguhkan oleh praktik-praktik yang kotor atas nama demkrasi elektoral yang sebenarnya merusak integritas proses demokratis itu sendiri. Sehingga pemilu yang awalnya diharapkan sebagai momentum bagi kemajuan demokrasi, jembatan menuju kesejahteraan bangsa, hanya menjadi akrobat para politisi busuk yang hanya berpikir untuk melanggengkan kekuasaannya sehingga menghalalkan segala cara.
Pemilu 2024 disebutkan oleh beberapa pengamat sebagai pemilu terburuk sepanjang Sejarah Reformasi bahkan ada yang menyebutkan Sepanjang Republik ini mengenal pemilu, mulai dari dugaan penggunaan alat kekuasaan, intimidasi dan ancaman kriminalisasi terhadap Kepala Daerah maupun pejabat tertentu yang tidak mau mendukung calon tertentu. Inilah yang kita sebut sebagai kekerasan politik, intimidasi semacam ini menciptakan iklim ketakutan dan ketidakstabilan yang tidak seharusnya ada dalam sebuah demokrasi yang sehat. Ini tidak hanya menghalangi partisipasi politik yang bebas dan adil, tetapi juga mengancam hak asasi manusia yang mendasar.